Semangat Memajukan Pendidikan Melalui Sudut Pandang Lain
oleh Tizar Shahwirman
Prestasi pada bidang olahraga tidak hanya merupakan sebuah kebanggaan pada pribadi seorang pemenang, tetapi juga merupakan kebanggaan bersama; bahkan bangsa dan negara. Prestasi pada bidang olahraga adalah sebuah energi positif yang kerap menjadi inspirasi bagi orang-orang yang ingin melakukan yang terbaik tanpa rasa pantang menyerah, apapun pekerjaan yang dilakoni. Bahkan, prestasi olahraga kadang menjadi sebuah pemersatu suatu bangsa yang suka terpecah belah oleh sebuah kabar buruk, imajinasi liar, atau rasa curiga.
Akan tetapi, berprestasi pada bidang olahraga bukanlah hal yang mudah. Berprestasi pada bidang olahraga merupakan sebuah pencapaian yang tidak bisa lepas dari sebuah proses suka dan duka yang membuat seseorang menjadi manusia yang lebih kuat demi tercapainya sebuah prestasi. Padahal, proses yang baik adalah kunci untuk seseorang memperoleh sebuah prestasi yang berkelanjutan.
Bicara soal proses, olahraga, dan prestasi; pernahkah terbayang di benakmu tentang perjuangan seorang atlet penyandang disabilitas? Atau pernahkah kamu melihat pertandingan olahraga untuk para penyandang disabilitas seperti Asian Para Games 2018 ketika Indonesia tidak hanya sukses menjadi tuan rumah, tetapi juga menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menduduki posisi sepuluh besar? Rasa haru dan bangga adalah perasaan yang sering muncul ketika kita melihat para atlet penyandang disabilitas berjuang untuk meraih prestasi demi membanggakan bumi pertiwi. Perasaan haru dan bangga tersebut sering memberikan semangat pantang menyerah dan mengetuk hati kita yang sedang dilanda perasaan sedih atau tendensi untuk menyerah akan suatu keadaan.
Menurut Departemen Bidang Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Banga, olahraga memiliki berbagai manfaat bagi penyandang disabilitas. Selain membuat badan menjadi lebih sehat, olahraga dapat meningkatkan rasa percaya diri penyandang disabilitas untuk bisa bersosialisasi dan berkarya. Hal ini tidak lepas dari stigma negatif masyarakat yang cenderung memandang sebelah mata para penyandang disabilitas. Olahraga adalah salah satu jalan keluar yang bisa dilakukan oleh para penyandang disabilitas untuk bisa menjalani hidup secara lebih percaya diri. Bayangkan jika para penyandang disabilitas tidak hanya sekedar giat berolahraga, tetapi juga berprestasi pada bidang olahraga? Rasa bangga atas prestasi mereka tidak hanya sekedar mengharumkan bangsa dan negara, tetapi juga mendorong mereka untuk memiliki semangat hidup agar bisa terus berkarya dan menginspirasi sesama.
Di Indonesia, berprestasi pada bidang olahraga bagi para penyandang disabilitas bukanlah hal yang mudah, mengingat ekosistem yang ada cenderung tidak memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam proses yang membuat mereka memperoleh prestasi olahraga yang berkelanjutan. Pada 2018, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), hanya 5.48% penyandang disabilitas yang mengenyam pendidikan di Indonesia. Sisanya memutuskan untuk putus sekolah atau bahkan belum pernah merasakan bangku sekolah sama sekali. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena peran pendidikan yang baik tidak bisa lepas dari prestasi olahraga yang berkelanjutan, terutama bagi para atlet pelajar penyandang disabilitas.
Celah besar antara dunia pendidikan dan prestasi olahraga bagi para penyandang disabilitas merupakan latar belakang Nusantarun Chapter 7, bekerja sama dengan perkumpulan Ohana, mengusung kampanye #RevealingPotentials #StudentAthletesWithDisabilities, yang bertujuan untuk memajukan pendidikan para atlet pelajar penyandang disabilitas. Kerja sama ini merupakan aksi nyata para relawan yang mendukung hak keolahragaan penyandang disabilitas yang telah diatur oleh Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. “Kami konsisten untuk memajukan pendidikan di Indonesia pada setiap penyelenggaraan Nusantarun setiap tahun. Memajukan pendidikan adalah alasan mengapa Nusantarun didirikan. Bekerja sama dengan perkumpulan Ohana adalah bentuk nyata kami untuk berkontribusi terhadap pendidikan di Indonesia dengan sudut pandang lain, karena tahun ini kita melibatkan atlet pelajar penyandang disabilitas,” ungkap Co-Founder Nusantarun Jurian Andika.
Perkumpulan Ohana merupakan organisasi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan bergerak di bidang advokasi dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Perkumpulan Ohana memiliki dedikasi untuk memaksimalkan penanganan terhadap isu-isu hak asasi penyandang disabilitas, seperti pengadaan akses layanan alat bantu mobilitas adaptif kursi roda, pengembangan sumber daya penyandang disabilitas, serta pemenuhan hak-hak disabilitas dan advokasi kebijakan dari penyandang disabilitas melalui pelatihan dan lokakarya.
Hasil donasi Nusantarun Chapter 7 akan dikelola bersama dengan perkumpulan Ohana untuk memajukan pendidikan para atlet pelajar penyandang disabilitas melalui berbagai aktivitas, seperti pelatihan untuk organisasi, lembaga pendidikan, dan orang tua dari penyandang disabilitas; pendalaman prestasi untuk para peserta didik penyandang disabilitas; dan melakukan proses seleksi para peserta didik penyandang disabilitas untuk menjadi atlet pelajar. Para atlet pelajar yang telah dipilih akan dilatih, dimonitor dan dievaluasi secara berkala agar prestasi olahraga di masa yang akan datang dapat tercapai sehingga prestasi tersebut dapat menjadi kebanggan bagi bangsa dan negara.
Program ini akan dilaksanakan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; sesuai dengan rute lari Nusantarun Chapter 7, yaitu Gunung Kidul hingga Ponorogo sepanjang 133 Kilometer. Selain itu, ketertarikan para penyandang disabilitas terhadap bidang olahraga di ketiga wilayah tersebut juga merupakan alasan Nusantarun Chapter 7 memilih isu atlet pelajar penyandang disabilitas dalam memajukan pendidikan. Program ini akan dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori anak dengan rentang usia 10 hingga 18 tahun dan kategori muda dengan rentang usia 20 hingga 35 tahun. Jumlah anak yang akan menjadi sasaran program di masing-masing wilayah adalah dua puluh anak dengan disabilitas fisik yang terdiri dari sepuluh orang berusia anak dan sepuluh orang berusia remaja.
Program ini tidak hanya melibatkan peserta didik, tetapi juga para orang tua agar dukungan yang diperoleh oleh para peserta didik dapat dirasakan secara utuh dan holistik. “Kami percaya bahwa program pelatihan dan pengembangan yang baik harus melibatkan orang tua, karena orang tua merupakan support system utama yang menjadi kunci keberhasilan seorang anak penyandang disabilitas untuk dapat mengeluarkan potensi terbaik di dalam dirinya,” ujar Koordinator Advokasi Kursi Roda Perkumpulan Ohana Nala Cinde Lintangsae. Keterlibatan orang tua adalah strategi yang dilakukan oleh Nusantarun Chapter 7 dan perkumpulan Ohana agar program pelatihan dan pengembangan yang dipersembahkan oleh atlet pelajar penyandang disabilitas tidak sia-sia.
Membawa misi mulia melalui aksi nyata memang tidak mudah untuk dilakukan; baik bagi para relawan yang berlari di Nusantarun Chapter 7, melintasi Gunung Kidul hingga Ponorogo sepanjang 133 Kilometer; maupun yang menjadi support system yang membuat acara tersebut menjadi kenyataan. Seluruh relawan percaya bahwa berlari tidak hanya sekedar melintasi untuk sampai ke destinasi, tetapi juga membawa misi untuk saling menguatkan satu sama lain. Perhelatan Nusantarun Chapter 7 diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi sesama agar selalu pantang menyerah untuk memanfaatkan potensi diri terbaik demi memajukan pendidikan di Indonesia.